Korban SumatraKorban Sumatra

Bencana Korban Sumatra: 914 Orang Tewas, 389 Hilang. Hari ini, 6 Desember 2025, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis update tragis: korban tewas akibat banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat mencapai 914 jiwa, naik 47 dari kemarin. Sementara itu, 389 orang masih hilang, meski jumlahnya turun dari 521 setelah beberapa ditemukan selamat. Bencana yang dimulai sejak 24 November ini telah lumpuhkan tiga provinsi, dengan 3,3 juta jiwa terdampak, ribuan rumah rusak, dan ratusan ribu mengungsi. Penyebab utama? Hujan ekstrem tiga kali lipat normal, ditambah kerusakan lingkungan seperti deforestasi untuk sawit dan proyek PLTA. Presiden Prabowo Subianto tinjau langsung lokasi, tapi desakan status bencana nasional masih bergaung. Ini bukan sekadar angka—ini kisah ribuan keluarga yang berjuang bertahan.

Kronologi dan Sebaran Korban Sumatra

Bencana ini meledak pada akhir November, tepatnya 24-25 November, saat hujan deras tanpa henti guyur Sumatra. Di Aceh, banjir bandang sapu Kuala Simpang dan Aceh Tamiang, bawa lumpur setinggi leher orang dewasa. Sungai Batang Anai di Sumatera Barat meluap, longsor tanah telan desa-desa di Padang Pariaman dan Agam. Sumatera Utara tak kalah parah: Tapanuli Tengah dan Batang Toru jadi pusat longsor, dengan kayu gelondongan dari hutan ilegal ikut arus banjir, hancurkan apa saja di depannya.

Per 6 Desember, sebaran korban tewas: Aceh 359 jiwa (naik 14 dari kemarin), Sumatera Utara 294 jiwa, dan Sumatera Barat 261 jiwa. Korban hilang tersebar: 193 di Aceh, 159 di Sumut, dan 111 di Sumbar. Total luka-luka ringan capai 2.600 orang, sementara rusak berat mencakup 9.400 rumah, 31 rumah sakit, dan 156 puskesmas. Dampaknya luas: 3.310 desa di 18 kabupaten Aceh terendam, 20 ribu warga Padang dan Padang Panjang mengungsi, dan akses jalan terputus total di Tapanuli Tengah. Foto satelit tunjukkan perubahan drastis—desa hijau berubah lumpur cokelat dalam hitungan hari. Hingga kini, operasi pencarian gabungan libatkan TNI, Polri, Basarnas, dan relawan lokal, tapi medan berlumpur bikin sulit.

Penyebab Utama dan Faktor Pemicu

Bukan cuma cuaca—ini peringatan keras dari alam yang sudah terluka. Hujan ekstrem akibat interaksi atmosfer La Niña bawa curah hujan 300 mm/hari, tiga kali normal musim hujan Sumatra. Tapi, BNPB dan Walhi soroti faktor manusia: deforestasi masif. Tutupan hutan berkurang 56 hektar di Batang Toru untuk PLTA, plus ribuan hektar untuk kebun sawit dan serat kayu, kurangi kapasitas tampung air. Longsor di Agam dan Padang Pariaman dipicu galian tambang ilegal, sementara banjir di Aceh Tamiang karena sungai tersumbat sampah dan sedimentasi.

Data BNPB catat, sejak 2010, Sumatra kehilangan 1,5 juta hektar hutan—setara ukuran provinsi kecil. Ini bukan kejadian pertama: banjir 2023 di Sumbar tebas 200 jiwa, tapi pelajaran minim. Klimatolog bilang, perubahan iklim perparah pola hujan, tapi kerusakan lingkungan jadi katalisator. Pemerintah akui, tapi tantangan: ekonomi bergantung sawit, yang kontribusi 10% ekspor nasional. Hasilnya? Bencana ini bukan petir di siang bolong, tapi bom waktu yang sudah berdetak lama.

Upaya Penanganan Korban Sumatra dan Respons Pemerintah

Respons cepat, tapi tantangan berlapis. Presiden Prabowo kunjungi empat titik—dari Tapanuli Tengah ke Aceh Tenggara—pada 1 Desember, janjikan anggaran cepat dan logistik darurat. BNPB distribusikan bantuan via darat, laut, udara: 20 ribu paket makanan, obat-obatan, dan tenda ke 51.726 KK. TNI kerahkan 5.000 personel untuk evakuasi, buka akses jalan pakai alat berat, sementara Basarnas temukan 31 jenazah baru kemarin. Menteri Koordinator PMK Pratikno bilang, penanganan sudah nasional meski belum status bencana nasional—dia minta maaf atas kekurangan, tapi tekankan koordinasi pusat-daerah.

PDIP gerakkan kader untuk kontribusi nyata, sementara relawan swasta seperti Walhi fokus rehabilitasi lingkungan. Desakan status nasional dari DPR dan LSM kuat: bisa buka dana lebih besar, tapi pemerintah ragu karena khawatir preseden. Hingga kini, 206.000 jiwa mengungsi di 100 titik pengungsian, dengan risiko penyakit pasca-banjir naik. Positifnya, jumlah hilang turun berkat pencarian gigih—semoga tren ini lanjut.

Kesimpulan

Bencana Sumatra dengan 914 tewas dan 389 hilang jadi luka dalam bagi bangsa, tapi juga panggilan untuk berubah. Dari kronologi dahsyat hingga penyebab yang bisa dicegah, ini ingatkan: alam tak bisa dibohongi. Upaya pemerintah solid, tapi butuh komitmen jangka panjang—mulai reboisasi hingga regulasi ketat proyek ekstraktif. Bagi korban, harapan ada di solidaritas kita: donasi, relawan, atau sekadar doa. Semoga pencarian selesai segera, dan Sumatra bangkit lebih kuat. Ini bukan akhir cerita, tapi bab baru untuk harmoni manusia-alam.

Baca Selengkapnya Hanya di…

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *